TUGAS
ILMU BUDAYA DASAR
(Sejarah
Museum Sangiran)
Disusun
Oleh:
Koni
Larasati
16430001
Ilmu
Hubungan Internasional
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Salam dan salawat semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita ke arah yang
benar, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul Sejarah
Museum Sangiran. Terima kasih kepada bapak/ibu dosen yang telah memberikan
kesempatan untuk mengerjakan makalah ini, dan ibu dan bapak dirumah yang
memfasilitasi dan memberikan doanya untuk kelancaran penulisan ini, dan
teman-teman sekalian yang membantu.
Dalam
penyusunan makalah ini mungkin terdapat banyak kesalahan, maka saran dan
kritikan dibutuhkan untuk bias memperbaiki kesalahan dalam penulisan makalah ini.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pariwisata merupakan
salah satu sektor yang diandalkan pemerintah
untuk memperoleh devisa dari
penghasilan non migas. Peranan
pariwisata dalam pembangunan
nasional, disamping sebagai sumber perolehan devisa juga
banyak memberikan sumbangan
terhadap bidang-bidang lainnya,
diantaranya menciptakan dan
memperluas lapangan usaha, meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemerintah,
mendorong pelestarian lingkungan hidup
dan budaya bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia mempunyai potensi
besar untuk menjadi kawasan
tujuan wisata dunia,
karena mempunyai tiga
unsur pokok yang
membedakan Indonesia dengan
negara lain. Hal tersebut merupakan daya tarik wisatawan untuk
mengunjungi Indonesia, karena
rasa keingintahuannya, potensi
pertama adalah masyarakat (people), masyarakat Indonesia terkenal
dengan keramahannya dan
bisa bersahabat dengan
bangsa manapun, potensi
kedua adalah alam
(nature heritage), Indonesia
mempunyai alam yang
indah, yang tidak
dipunyai negara-negara lain, misalnya pegunungan
yang ada di
setiap pulau, pantai
yang indah, goa,
serta hamparan sawah
yang luas dan
enak untuk dinikmati,
potensi ketiga adalah
budaya (cultural heritage),
Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan budaya yang beragam.
Setiap suku, Kota, dan pulau mempunyai ciri khas, baik dari segi logat, baju, bangunan rumah, musik,
maupun upacara-upacara adat dan
transportasi tradisionalnya, semuanya
menjadi ciri khas bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang
kaya budaya, ketiga
unsur tersebut yang
akan mendukung pesatnya kemajuan
pariwisata Indonesia. Indonesia
dikenal mempunyai sejarah
dan budaya yang
beraneka ragam, budaya
juga meliputi sistem pengetahuan
dan sistem ide
gagasan yang diciptakan
oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat
nyata, seperti pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial,
religi, seni dan
lain-lain, yang semuanya ditujukan
untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah
terbentuknya Museum Purbakala Sangiran?
2. Bagaimana pemeliharaan dan pelestarian benda-benda
yang terdapat di museum sangiran
3. Bagaimana pengembangan situs sangiran?
C. TUJUAN PENULISAN
Agar penulis mendapatkan
pengetahuan tentang sejarah terbentuknya museum Sangiran Purbakala. Serta
sejarah-sejarah yang ada di dalamnya.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Mengenali keadaan
geologi umum daerah Sangiran dan membandingkannya dengan data literatur.
2. Menambah pengetahuan
tentang Museum Purbakala Sangiran
3. Menambah referensi
tentang Museum Purbakala Sangiran
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah terbentuknya Museum Purbakala
Sangiran
Sangiran adalah sebuah
situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa, Indonesia. Sangiran terletak di
sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan,
kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura
Situs Sangiran berada di jalur jalan raya Solo–Purwodadi dekat perbatasan
antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar). Gapura ini dapat dijadikan
penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa Krikilan. Jarak dari gapura situs
Sangiran menuju Desa Krikilan ± 5 km.

itus Sangiran memunyai
luas sekitar 59, 2 km² (SK Mendikbud 070/1997) secara administratif termasuk
kedalam dua wilayah pemerintahan, yaitu: Kabupaten Sragen (Kecamatan Kalijambe,
Kecamatan Gemolong, dan Kecamatan Plupuh) dan Kabupaten Karanganyar (Kecamatan
Gondangrejo), Provinsi Jawa Tengah (Widianto & Simanjuntak, 1995). Pada
tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
sebagai cagar budaya. Oleh Karenanya Dalam sidangnya yang ke 20 Komisi Warisan
Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico tanggal 5 Desember 1996, menetapkan
Sangiran sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia “World Heritage List” Nomor :
593. Dengan demikian pada tahun tersebut situs ini terdaftar dalam Situs
Warisan Dunia UNESCO.
Pada awalnya Sangiran
adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian
melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat
ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa
lampau. Museum Sangiran beserta situs arkeologinya, selain menjadi obyek wisata
yang menarik juga merupakan arena penelitian tentang kehidupan pra sejarah
terpenting dan terlengkap di Asia, bahkan dunia.
Di museum dan situs
Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola kehidupan manusia purba
di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti Antropologi,
Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk
pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus erectus (salah satu
spesies dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von
Koenigswald. Di area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta
tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan hingga kini. Relatif utuh
pula. Sehingga para ahli dapat merangkai sebuah benang merah sebuah sejarah
yang pernah terjadi di Sangiran secara berurutan.
Bentang lahan situs
tersebut meliputi areal seluas ± 48 km2 yang berbentuk seolah seperti kubah
(dome), sehingga situs tersebut dinamakan dengan Sangiran Dome. Situs Sangiran
merupakan salah satu situs manusia purba yang sangat berperan penting dalam
perkembangan penelitian di bidang palaeoanthropology di Indonesia. Pada tahun
1934 penelitian yang dilakukan oleh G.H.R. von Koenigswald yang menemukan beberapa
alat sepih yang terbuat dari batu kalsedon di atas bukit Ngebung, arah
Baratlaut Sangiran Dome.
Berdasarkan penelitian
geologis, situs Sangiran merupakan kawasan yang tersingkap lapisan tanahnya
akibat proses orogenesa (pengangkatan dan penurunan permukaan tanah) dan
kekuatan getaran di bawah permukaan bumi (endogen) maupun di atas permukaan
bumi (eksogen). Aliran Sungai Cemoro yang melintasi wilayah tersebut juga
mengakibatkan terkikisnya kubah Sangiran menjadi lembah yang besar yang
dikelilingi oleh tebing-tebing terjal dan pinggiran-pinggiran yang landai.
Beberapa aktifitas alam di atas mengakibatkan tersingkapnya lapisan
tanah/formasi periode pleistocen yang susunannya terbentuk pada tingkat-tingkat
pleistocen bawah (lapisan Pucangan), pleistocen tengah (lapisan Kabuh), dan
pleistocen atas (lapisan Notopuro). Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di
laipsan-lapisan tersebut berasosiasi dengan fosil-fosil fauna yang setara
dengan lapisan Jetis, lapisan Trinil, dan lapisan Ngandong.
Diperkirakan situs
Sangiran pada masa lampu merupakan kawasan subur tempat sumber makanan bagi
ekosistem kehidupan. Keberadaanya di wilayah katulistiwa, pada jaman fluktuasi
jaman glassial-interglassial menjadi tempat tujuan migrasi manusia purba untuk
mendapatkan sumber penghidupan. Dengan demikian kawasan sangiran pada kala
pleistocen menjadi tempat hunian dan ruang subsistensi bagi manusia pada masa
itu.
Tempat-tempat terbuka
seperti padang rumput, semak belukar, hutan kecil dekat sungai atau danau
menjadi pilihan sebagai tempat hunian manusia pada kala pleistocen. Mereka
membuat pangkalan (station) dalam aktifitas perburuan untuk m,endapatkan sumber
kebutuhan hidupnya. Pilihan situs Sangiran dome sebagai pangkalan aktifitas
perburuan mengingatkan kita dengan living floor (lantai hidup) atau old camp
site di lembah Olduvai, Tanzania (Afrika). Indikasi suatu situs sebagai tempat
hunian dan ruang subsistensi adalah temuan fosil manusia purba, fauna, dan
artefak perkakas yang ditemukan saling berasosiasi.
Secara geo-stratigrafis,
Situs Sangiran yang posisinya berada pada depresi Solo di kaki Gunung Lawu ini
dahulu merupakan suatu kubah (dome) yang tererosi di bagian puncaknya sehingga
menyebabkan terjadinya reverse (kenampakan terbalik). Kondisi deformasi
geologis seperti ini kemudian semakin diperjelas oleh aliran Kali Brangkal,
Cemoro dan Pohjajar (anak-anak cabang Bengawan Solo) yang mengikis situs ini
mulai di bagian utara, tengah dan selatan. Akibat dari kikisan aliran sungai
tersebut maka menyebabkan lapisan-lapisan tanah tersingkap secara alamiah dan
memperlihatkan berbagai jejak fosil (manusia purba dan hewan vertebrata)
(Widianto & Simanjuntak 1995).
Sejarah atau riwayat
penelitian di Situs Sangiran bermula dari laporan GHR. Von Koenigswald yang
menemukan sejumlah alat serpih dari bahan batuan jaspis dan kalsedon di sekitar
bukit Ngebung pada tahun 1934 (Koenigswald, 1936). Temuan alat-alat serpih yang
kemudian terkenal dengan istilah ‘Sangiran Flakes-industry’ tersebut
diperkirakan berasal dari lapisan (seri) Kabuh Atas yang berusia Plestosen
Tengah. Namun hasil pertanggalan tersebut banyak dikritik oleh para ahli (de
Terra, 1943; Heekeren, 1972) karena temuan tersebut dihubungkan dengan konteks
Fauna Trinil yang tidak autochton (Bartstra dan Basoeki, 1984: 1989) atau bukan
dari hasil pengendapan primer (Bemellen, 1949).
Penelitian di situs ini
menjadi semakin menarik dan berkelanjutan ketika pada tahun 1936 ditemukan
fragmen fosil rahang bawah (mandibula) manusia purba Homo erectus yang kemudian
disusul oleh temuan fosil-fosil lainnya. Setelah masa pasca Koenigswald atau pada
sekitar tahun 1960-an, penelitian terhadap fosil-fosil hominid dan paleotologis
di situs ini kemudian diambil alih oleh para peneliti dari Indonesia (antara
lain T. Jacob dan S. Sartono) serta terus berkelanjutan sampai sekarang.
Penelitian yang sangat ‘spektakuler’ terjadi ketika Puslit Arkenas melakukan
kerjasama penelitian dengan Museum National d’Histoire Naturelle (MNHN),
Perancis melalui ekskavasi besar-besaran selama 5 tahap (tahun 1989 – 1993) di
bukit Ngebung yang menghasilkan sejumlah temuan secara ‘insitu’ dan
pertanggalan absolut yang sangat menarik. Penelitian Situs Sangiran semakin
berkembang pesat dalam dekade lima tahun belakangan ini setelah Balar Yogya
ikut berpartisipasi langsung dan melakukan program-program penelitian secara
intensif dan terpadu (Widianto 1997; Jatmiko 2001).
Pemeliharaan dan
pelestarian benda-benda yang terdapat di
Museum Sangiran
Sebanyak 50 (lima puluh)
individu fosil manusia Homo erectus telah ditemukan. Jumlah ini mewakili 65
% dari fosil Homo erectus yang ditemukan
di seluruh Indonesia atau sekitar 50 % dari populasi Homo erectus di dunia .Keseluruhan fosil yang telah
ditemukan sampai saat ini adalah sebanyak 13.809 buah. Sebanyak 2.934 fosil
disimpan di Ruang Pameran Museum Sangiran dan 10.875 fosil lainnya disimpan di
dalam gudang penyimpanan. Dilihat dari hasil temuannya, Situs Sangiran
merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang sangat penting dalam
memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala yang paling
lengkap di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan hal tersebut, Situs Sangiran
ditetapkan sebagai Warisan Dunia nomor 593 oleh Komite World Heritage pada saat
peringatan ke-20 tahun di Merida, Meksiko.
Koleksi Museum Sangiran
1. Fosil manusia, antara
lain Australopithecus africanus , Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus
robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus, Homo
soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens .
2. Fosil binatang
bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon
trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau),
Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak),
Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba).
3. Fosil binatang air,
antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu,
Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ),
Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera .
4. Batu-batuan , antara
lain Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate, Ametis
5. Alat-alat batu, antara
lain serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu dan kapak
perimbas-penetak
6.Koleksi lainnya
a. Fosil kayu yang terdiri dari:
· Fosil kayu
Temuan dari Dukuh Jambu,
Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Ditemukan pada tahun
1995 pada lapisan tanah lempung warna abu-abu ditemukan pada formasi pucangan
· Fosil batang pohon
Temuan dari Desa krikilan
, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Fosil ini ditemukan pada tahun 1977
pada lapisan tanah lempung Warna abu-abu dari endapan ditemukan pada Formasi
pucangan
b.Tulang hasta (Ulna)
Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan di kawasan
cagar sangiran pada tanggal 23 november 1975 di tanah lapisan lempung warna abu
–abu Formasi kabuh bawah.
c.Tulang paha
Ditemukan dari Desa
Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 Februari 1989
pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari endapan ditemukan pada formasi
pucangan atas.
d.Tengkorak kerbau
Ditemukan oleh Tardi Pada
tanggal 20 November 1992 di Dukuh Tanjung, Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo,
Kabupaten Karanganyar pada lapisan tanah Warna coklat kekuning-kunginan yang
bercampur pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan penanggalan geologi berumur
700.000-500 tahun
e. Gigi Elephas Namadicus
Ditemukan di situs cagar
budaya sangiran Pada tanggal 12 Desember 1975, Pada lapisan tanah pasir
bercampur kerikil berwarna cokelat ditemukan pada Formasi kabuh
Ø Fragmen gajah purba
Hidup di daerah cagar
budaya sangiran. Jenisnya adalah:
ü Mastodon
ü Stegodon
ü Elephas
f.Tulang rusuk (Casta)
Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan oleh Supardi
pada tanggal 3 Desember 1991 di Dukuh Bukuran, Desa Bukuran Kecamatan kalijambe
Kabupaten Sragen pada lapisan lempung warna abu – abu dari endapan pucangan
atas.
g.Ruas tulang belakang
(Vertebrae)
Ditemukan di situs cagar
budaya sangiran pada tanggal 15 Desember 1975 di lapisan tanah pasir berwarna
abu – abu pada formasi kabuh bawah.
h.Tulang jari (Phalanx)
Ditemukan di situs
sangiran pada tanggal 28 oktober 1975 pada lapisan tanah pasir kasar warna
cokelat kekuning-kuningan pada formasi kabuh.
i. Rahang atas Elephas
Namadicus
Rahang ini dilengkapi
sebagian gading ditemukan oleh Atmo di Dukuh Ngrejo, Desa Samomorubuh Kecamatan
Plupuh Kabupaten Sragen pada tanggal 24 April 1980 pada lapisan Grenz bank
antara formasi pucangan dan kabuh.
j.Tulang kaki depan
bagian atas (Humerus)
Bagian fosil ditemukan
oleh Warsito Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal
28 Desember 1998 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi
pucangan atas kala pleistosen bawah
k.Tulang kering
Ditemukan oleh Warsito di
Dukuh Bubak Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4
januari 1993 lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan atas.
l. Fosil Molusca
a. Klas Pelecypoda
b. Klas Gastropoda
m. Binatang air
ü Tengkorak buaya (Crocodilus Sp.) ditemukan
pada tanggal 17 Desember 1994 oleh Sunardi di Dukuh Blimbing, Desa Ngebung, Kecamatan
kalijambe kabupaten Sragen pada formasi pucangan
ü Kura – kura (Chlonia Sp.) ditemukan pada
tanggal 1 Februari 1990 oleh hari Purnomo Dukuh Pablengan, Desa krikilan ,
Kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen pada Formasi pucangan
ü Ruas tulang belakang ikan ditemukan pada
tanggal 20 November 1975 oleh Suwarno di Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe,
Kabupaten Sragen pada formasi pucangan
Selain mendirikan museum
situs prasejarah sangiran untuk menjaga kawasan sangiran, pemerintah juga
mengeluarkan Undang-undang tentang perlindungan cagar budaya sangiran, yaitu:
1) Mengeluarkan SK. Mendikbud No. 70 / 111 /
1977 dan menetapkan sangiran sebagai cagar budaya. Semua fosil-fosil di wilayah
sangiran dilindungi dan setiap temuan harus diserahkan kepada pemerintah.
2) UU No. 5 Tahun 1992 tentang benda cagar
budaya yang lebih keras yaitu, menetapkan sangiran sebagai cagar budaya (
UNESCO )
Meskipun pemerintah telah
membuat peraturan perundang-undangan tentang perlindungan cagar budaya, tetapi
pada kenyataannya masih mengalami beberapa masalah yaitu;
a.Daerah yang seluas 32
km² hanya diawasi oleh tenaga yang sangat terbatas. Daerah itu hanya dijaga
oleh 27 personil, termasuk 8 orang bertugas sebagai satpam.
b.Adanya tradisi memberi
hadiah terhadap penemu fosil yang telah berlangsung sejak jaman pendudukan
Belanda.
c.Para pembeli asing
menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dari pemerintah, sehingga
banyak penduduk setempat yang menjual fosil temuannya kepada pembeli asing.
D. Pengembangan Museum Purbakala
Sangiran
Sejak dibangun pada 2005
silam, museum sangiran yang terletak di Kecamatan Kalijambe, akhirnya
diresmikan penggunaannya oleh Wakil
Menteri pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan yang juga sebagai pembuat
Desain Engginering Plan Sangiran, Prof Dr. Windu Nuryati, PHD. Dua puluh tahun
silam tempat tersebut masih berupa joglo sederhana yang dijadikan tempat
pengumpulan fosil-fosil purba oleh kepala desa Krikilan, Toto Marsono. Kini,
ditanah yang berusia 1,8 juta tahun itu telah berdiri megah sebuah bangunan
museum bertaraf internasional. Berbagai rangkaian acara digelar mengiringi
peresmian museum, mulai dari seminar internasional yang mendatangkan 100 pakar
arkelologi di dunia hingga pelaksanaan penggailian di Sangiran bersama ilmuwan
dari Uni Eropa. Selain itu, pada acara tesebut diserahkan rekonstruksi rangka
kuda air berusia 1,2 juta tahun yang ditemukan di Bukuran oleh tim gabungan
Indonesia – Perancis. Museum Sangiran berdiri di dalam Cluster Krikilan yang
merupakan Cluster pertama yang telah selesai dibangun. Masih ada tiga Cluster
lainnya yang akan mulai dibangun tahun depan, yaitu Cluster Ngebung, Cluster
Bukuran, keduanya terletak di wilayah Kab. Sragen, dan Cluster Ndayu yang
terletak di wilayah Kab. Karanganyar.
Tiap Cluster tersebut
akan menjadi pusat-pusat penelitian zaman purba sesuai masing-masing bagiannya.
Misalnya Cluster Ndayu akan dijadikan pusat penelitian arkeologi mutakhir dan
Cluster Ngebung akan menjadi pusat sejarah temuan fosil. Pembangunan Cluster
akan melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Sragen
serta Kabupaten Karanganyar. Selain itu ada beberapa upaya pemerintah yang
dicanangkan untuk mengembangkan situs Manusia Purba Sangiran antara lain :
· Melengkapi kompleks Museum Manusia Purba
Sangiran dengan bangunan audio visual di sisi timur museum. Dan Bupati Sragen
mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan menjadi ruang pameran
tambahan.
· Pemerintah merencanakan membuat museum
yang lebih representative menggantikan museum yang ada secara bertahap.
Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen
untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran.
Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk
penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan,
perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
· Menghadirkan investor – investor guna
memaksimalkan pengadaan pembangunan yang lebih lanjut dengan didukung fasilitas
– fasilitas yang memadai.
· Melakukan beberapa pengenalan –
pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada publik nasional.
Museum Sangiran yang
mempunyai 14.000 an koleksi fosil ini menawarkan tiga titik wisata purba yang
menakjubkan. Di museum I, pengunjung dapat menyaksikan pameran fosil-fosil asli
dan peralatan manusia purbakala. Kemudian dimuseum II dihadirkan 12 langkah
kemanusiaan, mulai dari terciptanya alam, terbentuknya kepulauan Indonesia dan
Jawa, kedatangan manusia pertama, proses evolusi sekitar 1,5 juta tahun lalu
dan perkembangannya hingga menjadi manusia modern. Sedang museum III
dipertunjukkan tentang zaman keemasan Homo Erectus Sangiran yang bterjadi
sekitar 500.000 tahun .
Pengumpulan fosil – fosil
Sangiran tidak terlepas dari peran serta Masyarakat Krikilan. Peresmian pada
tanggal 15 Desember 2011 bertepatan dengan peristiwa lima tahun silam 15
Desember 2006, waktu itu terjadi peristiwa penting di Meridian Mexico, dimana
Pemerintah Indonesia menerima tanda pengesahan Situs Sangiran ditetapkan
sebagai warisan dunia. Bupati Sragen mengharapkan Situs Sangiran yang sangat
membanggakan namun kadang kurang dikenal oleh masyarakat Sragen sendiri
mengharapkan agar bisa dinikmati oleh
semua kalangan tidak hanya kalangan peneliti. Sragen telah menjadi City
of Java Man yang memiliki situs yang mengungkap rahasia sejarah manusia purba.
Di situs kebanggaan ini memuat cerita tak terputus sejarah perjalanan manusia
purba hingga menjadi manusia modern. Dan di tanah yang telah berusia lebih dari
1,8 juta tahun ini ternyata masih banyak menyimpan fosil-fosil purba yang bisa
digali, peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk menemukan fosil-fosil
ini dan menyerahkannya kepada pemerintah Indonesia.
LAMPIRAN