Senin, 26 Desember 2016

IBD ( Etnis Peranakan di Singapura) Guna Melengkapi nilai UAS



TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
Budaya Asia-Eropa
(Etnis Peranakan di Negara Singapura)



Disusun Oleh :
Koni Larasati
16430001
Ilmu Hubungan Internasional
Disusun guna melengkapi nilai Ulangan Akhir Semester (UAS)











KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat dan karunianya  sehingga kita masih bisa merasakan nikmat yang diberikan kepada kita, lebih-lebih lagi dalam nikmat iman.
Shalawat beserta salam tidak lupa kita lantunkan kepada jujungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah bersusah payah membawa kiat dari alam kegelapan menuju alam yang penuh ilmu pengetahuan. Untuk itu mari kita berselawat kepada beliau agar mendapat syafaat.
Kami sebagai penulis sebelumnya meminta maaf apabila dalam penulisan makalah tentang Sejarah kelompok etnis peranakan di singapura, ini banyak terdapat kesalahan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan perbaikan dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca. Guna perbaikan  yang akan datang.



Surakarta, 26 Desember 2016



PENULIS












BAB I

PENDAHULUAN



A.  Latar Belakang
Dalam pengertian persentase etnis, penduduk Singapura relatif stabil, semenjak pertengahan abad ke-19. Perubahan demografik yang mengesankan terjadi pada awal abad ke-19, ketika penduduk Cina secara perlahan mulai mengambil alih menjadi penduduk mayoritas yang menonjol dibanding yang bersuku Melayu. Sejak tahun 1891 jumlah penduduk Cina Singapura adalah 67.1%, Melayu 19.7%, India 8.8% dan yang lain-lain, termasuk Eropa dan Arab, 4.3%. Sensus yang dilakukan pada tahun 1990 menunjukkan keseluruhan penduduk Singapura berjumlah 2.7 jutaorang. Komposisi penduduknya terdiri dari mayoritas Cina dengan 77.7%, Melayu14.1%, India 7.1 % dan warga lainnya 1.1%. Sementara itukalau jumlah penduduk dilihat dari komposisi keagamaannya pada sensus yangsama tahun 1990 adalah sebagai berikut: pengikut Budhha 31.1%; Taoisme 22.4%;Islam 15.3%; Kristen 12.5%; Hindu 3.7% dan agama lain 0.6% (Sharon Siddique,1995:1). Dilihat dari komposisi keagamaan, etnis Melayu secara mayoritasmerupakan pemeluk agama Islam. Atau bahkan bisa dikatakan bahwa etnis Melayu berarti Islam.
Islam di Singapura merupakan agama minoritas. Berdasarkan data pada 2008, sekitar 15 persen penduduk Singapura yang jumlahnya 4.839.000 adalah Muslim. Mayoritas kelompok etnik Melayu di Singapura memeluk Islam. Selain itu,pemeluk Islam meliputi kelompok etnik India dan Pakistan, juga sejumlah kecilkelompok etnik Cina, Arab, dan Eurasia. Sekitar 17 persen muslimin Singapura berasal dari kelompok etnik India. Kaum muslim di Singapura secara tradisi merupakan muslim Sunni yang mengikuti mazhab Syafi’i. Sebagian muslim Singapura mengikuti mazhab Hanafi. Ada juga kelompok muslim Syiah di Singapura.
Komposisi penduduk Melayu yang 14.1% adalah sama dengan 380.600 orang. Dilihat Pendidikan Sekolah Menengah Atas 3.5% dan Pendidikan Tinggi 1.4%. Sedang apabila dilihat dari komposisi pekerjaannya adalah: Bidang Teknik dan Professional9.7%; Bidang Administrasi dan Managerial 1.1%; Ulama dan Guru Agama/ProfesiKeagamaan 15.4%; Sales dan Servis 14.0%: Pertanian dan Nelayan 0.3%; Produksidan Relasi 13 57% dan lain-lain 2.5%. Mengenai partisipasi kerja antara laki-lakidan perempuan adalah: laki-laki pekerja 78.3% dan wanita pekerja 47.3% (SharonSiddique, 1995:4). Dalam dua puluh tahun, antara tahun 1970 sampai tahun 1990,menurut Sharon Siddique, telah terjadi perubahan yang dramatis atas Muslim-Melayu Singap.



B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja istilah-istilah dari etnis peranakan?
2. Bahasa apa saja yang digunakan oleh etnis peranakan?
3. Agama apa yang di anut dalan etnis peranakan?


























BAB II
PEMBAHASAN

A.    SEJARAH ETNIS PERANAKAN 


Orang Peranakan, Tionghoa Peranakan (atau hanya "Peranakan", dan "Baba-Nyonya" di Malaysia) adalah istilah yang digunakan oleh para keturunan imigran Tionghoa yang sejak akhir abad ke-15 dan abad ke-16 telah berdomisili di kepulauan Nusantara (sekarang Indonesia), termasuk Malaya Britania (sekarang Malaysia Barat dan Singapura). Di beberapa wilayah di Nusantara sebutan lain juga digunakan untuk menyebut orang Tionghoa Peranakan, seperti "Tionghoa Benteng" (khusus Tionghoa-Manchu di Tangerang) dan "Kiau-Seng" (di era kolonial Hindia Belanda).

Anggota etnis ini di Malaka, Malaysia menyebut diri mereka sebagai "Baba-Nyonya". "Baba" adalah istilah sebutan untuk laki-lakinya dan "Nyonya" istilah untuk wanitanya. Sebutan ini berlaku terutama untuk populasi etnis Tionghoa dari Negeri-Negeri Selat di Malaya kala era kolonial, Pulau Jawa yang kala itu dikuasai Belanda, dan lokasi lainnya, yang telah mengadopsi kebudayaan Nusantara - baik sebagian atau seluruhnya - dan menjadi lebih berasimilasi dengan masyarakat pribumi setempat. Banyak etnis ini yang merupakan kaum elit Singapura, lebih setia kepada Inggris daripada Tiongkok. Sebagian besar telah tinggal selama beberapa generasi di sepanjang selat Malaka dan sebagian besar telah memiliki garis keturunan dari perkawinan dengan orang Nusantara pribumi dan Melayu. Etnis Peranakan biasanya merupakan pedagang, perantara antara Inggris dan Tiongkok, atau Tionghoa dan Melayu, atau juga sebaliknya karena mereka dididik dalam sistem Inggris. Karena itu, orang Peranakan hampir selalu memiliki kemampuan untuk berbicara dalam dua bahasa atau lebih. Dalam generasi selanjutnya, banyak yang telah kehilangan kemampuan untuk berbicara rumpun bahasa Tionghoa karena mereka telah berasimilasi dengan budaya Semenanjung Malaya dan telah berbicara lancar Bahasa Melayu sebagai bahasa pertama atau kedua.

Istilah "Peranakan" paling sering digunakan di kalangan etnis Tionghoa bagi orang keturunan Tionghoa, di Singapura dan Malaysia orang keturunan Tionghoa ini dikenal sebagai Tionghoa Selat (土生華人; karena domisili mereka di Negeri-Negeri Selat), namun ada juga masyarakat Peranakan lain yang relatif kecil, seperti India Hindu Peranakan (Chetti), India Muslim Peranakan (Jawi Peranakan atau Jawi "Pekan") (Abjad Jawi menjadi tulisan Arab yang telah di-Jawa-kan,"Pekan" adalah istilah sehari-hari yang telah mengalami kontraksi pengucapan dari "Peranakan"[3]) dan Peranakan Eurasia (Kristang) (Kristang = Kristen). Kelompok ini memiliki hubungan paralel dengan orang Hokkian Kamboja, yang merupakan keturunan Tionghoa Hoklo. Mereka mempertahankan sebagian budaya mereka meskipun bahasa asli mereka secara bertahap menghilang beberapa generasi setelah bermukim.


B.     KAUM PERANAKAN



Kaum Peranakan di Singapura merupakan perpaduan yang menarik dari budaya-budaya di wilayah ini. Selera pedas Melayu yang memengaruhi cita rasa hidangan Peranakan sangat umum dijumpai dalam kelompok etnis ini. Peranakan merupakan paduan yang menarik dari budaya-budaya di wilayah ini. Istilah Peranakan mengacu kepada orang-orang yang diturunkan dari pernikahan lelaki Tiongkok atau India dan perempuan Melayu lokal atau Indonesia yang dapat dijumpai di seluruh Asia Tenggara. Peranakan Tionghoa, atau kaum Tionghoa Semenanjung, di Singapura dapat melacak asal muasal mereka ke Melaka abad ke-15, ketika leluhur mereka, para pedagang Tiongkok, menikahi wanita Melayu setempat.
Ada juga Chitty Melaka, atau Peranakan India, keturunan dari pernikahan antara pedagang Hindu India Selatan dan wanita setempat, serta Peranakan Jawi, yang diturunkan oleh pernikahan lintas ras antara pedagang Muslim-India Selatan dan wanita dari masyarakat setempat. Banyak di antara kaum Peranakan mula-mula menjadi pedagang dan membuka toko, sementara yang lain terjun ke sektor properti, pelayaran, dan perbankan. Meskipun banyak orang Tionghoa Semenanjung berasimilasi dengan komunitas Tionghoa yang lebih luas, mereka masih memelihara ciri-ciri budaya yang khas – terutama dalam makanan dan busana tradisional mereka.
Hidangan Nonya, yang dinamai berdasarkan para wanita yang mengolahnya, menerima pengaruh yang kuat dari Melayu dan Indonesia dalam penggunaan santan dan rempah-rempah. Busana tradisional wanita Peranakan, yang dikenal sebagai Nonya Kebaya, menampilkan detail-detail yang dibordir dengan indah.
Etnis peranakan merupakan perpaduan antara budaya – budaya yang berkembang di Singapura. Istilah peranakan ini mengacu pada orang – orang keturunan dari laki – laki Tiongkok atau India dan perempuan Melayu lokal atau Indonesia. Bidang pekerjaan dari etnis peranakan ini menjadi seorang pedagang dan membuka toko – toko, properti, pelayaran, dan perbankan. Etnis peranakan ini memiliki pakaian tradisional yang dikenal dengan Kebaya Nonya. Kebaya ini dipengaruhi oleh Sarong Kebaya Melayu.
Lebih lanjut, agama yang dianut oleh mayoritas penduduk negara Singapura yaitu Budha atau Tao dan Konfusius, sekitar 50 %, Islam, Kristen, sekitar 15 %, dan Katolik. Agama Islam, mayoritas di anut oleh penduduk yang beretnis India atau Pakistan. Lebih lanjut, agama lain yang juga dianut oleh penduduk Singapura yaitu Kong Hu Chu dan Hindu sekitar 5 %.Meskipun terdapat keragaman penduduk, namun di negara Singapura ini tidak pernah terjadi kerusuhan maupun pertikaian yang terjadi di antara umat beragama. Sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan di Singapura ini sangat teratur, aman, dan tenang.
Bahasa resmi yang digunakan oleh penduduk negara Singapura yaitu bahasa Inggris. Sedangkan, bahasa ibu yang pada umumnya digunakan dalam percakapan sehari – hari, antara lain bahasa Melayu, bahasa Mandarin, dan bahasa Tamil. Akibat dari adanya keragaman bahasa yang digunakan, maka bahasa inggris di Singapura mengalami perubahan yang dapat berpengaruh pada logat maupun struktur dari bahasanya. Kondisi tersebut menyebabkan perbedaan dengan bahasa Inggris yang biasa digunakan.
Bahasa Inggris yang dimiliki oleh negara Singapura mengandung struktur melayu. Hak tersebut kadang menjadikan orang asing sulit mengerti. Bahasa Inggri Singapura yang unik ini disebut dengan Singlish atau Singaporean English.













BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Etnis peranakan merupakan paduan yang menarik dari budaya-budaya di wilayah ini. Istilah Peranakan mengacu kepada orang-orang yang diturunkan dari pernikahan lelaki Tiongkok atau India dan perempuan Melayu lokal atau Indonesia yang dapat dijumpai di seluruh Asia Tenggara. Istilah "Peranakan" paling sering digunakan di kalangan etnis Tionghoa bagi orang keturunan Tionghoa, di Singapura dan Malaysia orang keturunan Tionghoa ini dikenal sebagai Tionghoa Selat.





26 komentar:

  1. Terimakasih, infonya sangat berguna :)

    BalasHapus
  2. baru tau kalo di singapura itu ada etnis peranakan , tambah ilmu . makaasih konila ~

    BalasHapus
  3. Bagus sekali penulisan artikelnya, terimakasih info mengenai peranakan yg diusung di artikel ini..

    BalasHapus
  4. Allhmdulilah berfaedah slololo

    BalasHapus
  5. Wah baru tau nih ada etnis peranakan, bermanfaat banget.. kereeenn..
    Mbak konila bagi pin bb dong :3

    BalasHapus
  6. Wah baru tau nih ada etnis peranakan, bermanfaat banget.. kereeenn..
    Mbak konila bagi pin bb dong :3

    BalasHapus
  7. Makasih atas infonya kak. Bru tau kalo ada juga yg namamya etnis peranakan.gutjobb

    BalasHapus
  8. bagus gan,sudah masuk kriteria bagus untuk nilai A

    BalasHapus
  9. keren gan.. sangat bermanfaat postingan anda

    BalasHapus
  10. Sangat bermanfaat artikelnya👍

    BalasHapus
  11. Sangat bermanfaat artikelnya👍

    BalasHapus
  12. Masya Allah.. terima kasih info nya.. kalo bisa foto nya dibanyakin gan biar gregret

    BalasHapus
  13. Artikelnya sangat bermanfaat beb

    BalasHapus
  14. owalah ternyata ada toh sejarah etnis peranakan di singapore jadi tau saya hahahaha. artikel ini semoga dapet A karena isinya bermutu dan bermanfaat kalau tidak A kebangetan.

    BalasHapus
  15. Saya sangat tercengang sekali dengan artikel ini. Kapan kapan buat lagi.

    BalasHapus
  16. Makasih artikelnya membantu sekali.
    Terus kan kakak.

    BalasHapus
  17. Bagus lur sangat membaning eh bantu hehehe

    BalasHapus
  18. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  19. Mantap lurr artikelnya, berisi konten2 yang sesuai dengan data real yang terdapat pada sejarah etnis peranakan di singapura, sangat membantu bagi para pembaca mengetahui sejarah etnis di singapura tersebut

    BalasHapus